Hutan Lindung Nagari Taluak Tigo Sakato Dirambah, Masyarakat Minta Aparat Pessel Bertindak

Jurnal Sumbar

JURNALSUMBAR | Pesisir Selatan – Masyarakat nagari Taluak Tigo Sakato, Kecamatan Batangkapas, Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) resah dengan aktifitas pembukaan lahan baru yang melibatkan sejumlah oknum, yang diduga merambah belasan hektar hutan lindung di daerah setempat.

Hal itu diungkapkan, mantam Walinagari Taluak Tigo Sakato Efriadi, bahwa dampak dari pembabatan kawasan hutan lindung tersebut, dirasakan warga dengan banyaknya penebangan kayu secara liar untuk membuka lahan perkebunan sebagai bentuk kepentingan usaha pribadi. Menurutnya, dampak itu juga telah membuat punah kelestarian cagar alam yang selama ini telah menjadi aset nagari setempat.

“Jika perambahan ini terus dilakukan, maka hutan kami akan menjadi gundul. Kami masyarakat Nagari Taluak Tigo Sakato sangat khawatir akan risiko banjir dan hilangnya aset nagari kami,” sebutnya kepada wartawan, Selasa (13/3).

Dia menjelaskan, aktifitas perambahan hutan di kawasan lindung tersebut sudah terjadi sejak Desember 2017 lalu. Hingga saat ini, kata dia, belasan hektare hutan terus dirambah untuk dimanfaatkan menjadi lahan perkebunan pribadi yang nantinya akan ditanam Gambir.

“Saat ini, ada sekitar 15 hektare lahan yang sudah ditebang oleh oknum tersebut. Dan ada sekitar 30 hektare lagi lahan yang sudah mereka tandai untuk ditebang lagi,” jelasnya saat itu.

Terkait kondisi itu, pihaknya sangat menyayangkan tingkah sejumlah oknum tersebut. Sebab, tanpa memikirkan nasib masyarakat setempat dalam waktu dampak panjang.

PERANTAU SIJUNJUNG

“Mereka yang membabat hutan ini ada dari daerah sini dan ada juga dari daerah tetangga. Bahkan, para oknum ini beraktifitas secara diam-diam pada malam hari di hutan,” terangnya.

Menurutnya, masyarakat juga telah berkali-kali meninjau lokasi tersebut. Namun, tidak pernah bertemu dengan oknum yang merambah hutan tersebut. Ia menduga, sidak yang dilakukan masyarakat itu diduga bocor.

“Kami berharap kegiatan perambahan hutan ini segera dihentikan. Karena memgancam keselamatan warga disini. Jika tidak, kami warga di sini akan bertindak anarkis,” tegasnya.

Sementara itu, Ijus (63) warga setempat mengatakan, bahwa keberadaan hutan lindung tersebut merupakan aset nagari setempat. Sebab, banyak kisah sejarah nenek moyang pada jaman dahulu, yakni Batu Kudo dan Pincuran Tujuh yang saat ini masih dipercaya masyarakat setempat.

“Kami tidak ingin aset nagari di sini punah akibat perambahan hutan ini. Jadi, kepada aparat penegak hukum kami minta agar segera memproses sesuai aturan hukum yang berlaku. Jika tidak, maka kami masyarakat yang akan menghentikannya,” sebutnya.

Dihubungi terpisah, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah I Balai Besar TNKS, Sahyudin mengakui, bahwa areal hutan yang dirambah oknum masyarakat tersebut masuk dalam bagian delapan hektare kawasan TNKS. Menurutnya, sebagiannya lagi merupakan kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dan juga hutan lahan produksi.

“Benar, terkait kondisi ini kami telah memanggil tiga orang yang diduga perambah hutan tersebut. Kasus ini masih dalam penanganan kami dan pemanggilan kedua akan kami lakukan dalam Minggu ini,” jelasnya. Rega Desfinal

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.