Assalamualaikum Ranah Minang

Oleh : Kolonel Inf. Kunto Arief Wibowo

3120

Saat menjejakkan kaki di Bandara Internasional Minangkabau, 11 Januari 2019 lalu, sebuah baliho besar terpampang, “Selamat Datang Danrem 032 Beserta Istri di Ranah Minang.” Terus terang saya kaget, ini tidak lazim dalam rotasi kepemimpinan militer. Apa yang terbayang oleh saya saat itu adalah, tantangan sekaligus ekspektasi yang akan diemban. Aktifitas kali ini bakal sangat menantang, aktifitas baru di Ranah Minang.

Sumatera Barat, sudah sejak lama terkenal dengan sebutan wilayah yang kokoh dengan adat, tradisi, dan tentu saja agama. Daerah ini juga terkenal dengan lumbungnya para pemikir, politisi, negarawan, dan ulama. Kiprah mereka tidak hanya di tingkat nasional, tapi mendapat pengakuan secara internasional. Adanya negara inipun, tak lepas dari peran para intelektual yang dilahirkan Minangkabau. Soal nasionalisme kiranya sudah tak diragukan lagi. Buku-buku sejarah banyak mengajarkan ini. Kebanggaan dan keirian bagi generasi sekarang mungkin itu yang terasa.

Ranah Minang juga terkenal dengan negerinya yang elok, lurahnya dalam bukitnya tinggi, gunungnya tinggi menjulang, dilautnya ombak berdebur. Tak heran jika dari wilayah ini, banyak muncul pepatah-petitih yang semuanya mengagungkan keindalam alam dan itu terejawantahkan dalam kehidupan masyarakatnya. Alam Takambang Jadi Guru, itulah adagium adat yang luar biasa. Lahir dari kecerdasan dan kearifan lokal para leluhur.

Sementara soal masyarakatnya, tak ada yang tak kenal dengan sebutan orang Padang. Dari Sabang sampai Merauke bahkan melintas ke berbagai negara, Rumah Makan Padang menjamur. Tradisi merantau, dengan filosofis “jika sayang dengan nagari, tinggal-tinggalkan” serta “kerantau anak dahulu, di rumah berguna belum”, adalah ungkapan luar biasa sebagai sarana pembelajaran ampuh bagi kemandirian seorang anak Minang., sekaligus juga sebagai mata batin pengikat dengan kampung halaman.

Kondisi di atas menunjukkan pula bahwa Sumatera Barat bukanlah daerah yang tertutup. Negeri ini sangat terbuka dengan pendatang, sebagaimana mereka juga mendatangi daerah-daerah lain. Tak heran dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan Sumbar luar biasa. Sektor perkebunan dengan kelapa sawit sebagai komoditas utama tersebar dimana-mana. Kelompok transmigran juga masuk dan berkolaborasi dengan masyarakat setempat. Investor datang membawa sumber daya dan memberi warna tersendiri bagi daerah ini. Perubahan sosialpun terjadi.

Ke daerah inilah saya masuk. Negeri yang dalam catatan sejarah sangat luar biasa, namun berdialektika dengan perubahan zaman. Saya mungkin belum tahu terlalu mendalam, tetapi komitmen untuk kebaikan seluruh pihak dengan berbasis pada filosofis masyarakat, adalah aspek yang mesti dikedepankan. Itulah komitmen utama yang menjadi pegangan. Tentara adalah tentara rakyat yang berakar dari pondasi kerakyatan. Oleh sebab itu, apa yang mesti dilakukan adalah menguatkan ikatan tentara dengan rakyat, menyatu dengan kebutuhan dan dialektika di masyarakat banyak.

Apa kekuatan yang dimiliki militer dan apa kekuatan yang dimiliki masyarakat, adalah senjata ampuh jika digabungkan. Sinergi dan kolaborasi dengan semua pihak adalah hal terpenting. Ini terkait pula dengan karakteristik militer yaitu taat komando, inovatif, kreatif, berada bersama-sama rakyat. Karakteristik inilah yang akan dikomunikasikan dan disandingkan dengan karakteristik masyarakat Minang yang saya yakin tetap teguh dengan komitmen adat dan agama, keterbukaan, inovatif, dan punya etos kerja tinggi. Karena itu, kita yakin, ditengahnya santernya fenomena penyalahgunaan Narkoba, Minuman Keras, LGBT, dan banyak masalah lain, Sumbar semestinya punya daya imun terhadap ini. Isu-isu itu juga jadi catatan penting bagi tentara dan Insyaallah akan jadi prioritas bagi saya.

Tahun 2019 adalah tahun politik, Sumbar akan berada di pusaran itu. Apa tugas saya? Bersama Polri dan komponen lain terkait, tentara harus bisa memastikan kondisi aman, persatuan dan kesatuan terjaga, NKRI harga mati. Berpolitik silahkan, pesta demokrasi jalankan, tapi kesatuan jangan sampai terbelah. Ancaman terhadap NKRI ini akan berkelindan dengan fenomena radikal di kalangan sekelompok warga, ini jadi catatan serius. Begitu juga, isu laten komunisme tetap harus diwaspadai, karena virus ini bisa masuk dari berbagai cara dan menusuk dari berbagai sisi. Disadari atau bahkan tanpa disadari, ideologi komunisme masih potensial untuk berkembang. Kewaspadaan dan cepat tanggap sedini mungkin diperlukan.

Membangun Sumbar bukanlah kerja sendiri-sendiri, butuh kerjasama dengan pihak lain. Karena itu, pemeritah provinsi, kabupaten-kota, Polri, tokoh masyarakat, alim ulama, cerdik pandai, bundo kandung, akademisi, media massa, dan siapapun itu, perlu bersinergi. Militer siap pada posisinya. Berdasarkan data dari Pemprov Sumbar, pertumbuhan ekonomi daerah ini di 2017 mencapai 5,29%, lebih tinggi dari rata-rata nasional. Ini hal yang cukup baik, artinya kesiapan ekonomi masyarakat secara umum sudah baik. Potensi juga sangat luar biasa, baik pariwisata, pertanian perkebunan, perdagangan, maupun pertambangan.

Di sisi lain, Sumbar termasuk daerah yang rentan terhadap bencana alam seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir, dan bahkan tsunami. Korban sudah banyak berjatuhan, karenanya kesiapan tentara sebagai elemen tanggap darurat ada di level satu. Tentu tidak semata tanggap darurat, kesiapan masyarakat dan bahkan upaya mencegah bencana (khususnya bencana akibat manusia), harus dikelola sebaik mungkin. Inovasi dan kebersamaan adalah kuncinya, dan tentara saya yakin bisa melakukan itu.

Semua bisa terlaksana jika dikelola serta disinergikan bersama. Sumatera Barat yang religius dengan tatanan adat yang tangguh, adalah modal sosial yang perlu dipelihara. Ini kekuatan kita. Kekuatan harus jadi andalan dan jangan sampai dilemahkan. Untuk itu, militer siap berkolaborasi, termasuk menjalin sinergi dengan insan media di Sumbar. Korem 032 juga menegaskan bahwa jika ada prajurit yang merugikan rakyat dalam arti luas, partisan, tindakan tegas akan dilakukan. Kita terbuka terhadap masukan.

Pepatah Minang sudah berkata bahwa “jangan sampai tongkat membuat rebah”, artinya kehandalan dan kekuatan pemimpin adalah hal mendasar. Saya berwenang di wilayah militer Sumbar, karena itu tongkat ini Insyaallah tidak membawa rebah. Perlu dukungan dan sinergi, itu penting, dan militer sangat terbuka terhadap semua masukan. Militer tidak hanya soal perang, tapi juga untuk kebutuhan riil rakyat. Inovasi dan kreatifitas untuk kebaikan bersama, sesuai dengan tipologi Sumbar, akan jadi andalan. Assalamuaikum Ranah Minang. (Danrem 032/Wirabraja)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here