Melihat Anak Desa Mengisi Hari Libur Belajar Tambahan Berbasis Alam

Jurnal Sumbar

JURNAL SUMBAR | Sijunjung – Jika umumnya hari liburan bagi kalangan anak-anak diisi untuk bermain-ria, raun-raun/berwisata bersama keluarga tercinta ke tempat rekreasi, rumah sanak family.  Tidak demikian halnya dengan anak-anak desa yang satu ini, Nagari Muarotakung, Kecamatan Kamangbaru, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat.

Justru sebahagian mereka memanfaatkan waktu liburan panjangnya untuk belajar tambahan pada guru pembimbing dengan sistem edukasi berbasis alam.  Sungguh kratif. Mau tau kisahnya ? Berikut simak laporan Anton Kontributor Jurnal Sumbar.Com dari Sijunjung.

Jarum jam menunjukan tepat pukul 02.00 WIB, belasan anak-anak terlihat mulai ramai berkerumun di halaman sebuah rumah semi permanen milik salah-seorang warga, raut wajah mereka tampak ceria, riang. Selanjutnya si-empunya rumah, Era Susanti keluar dari pintu depan seraya menyapa para-anak dengan ramah, penuh perhatian.

Tak lama berselang Era Susanti pun mengajak mereka untuk langsung menuju sebuah gedung sekolah, yakni PAUD Al IZZAH, yang terletak tidak jauh dari rumahnya itu. Diantaranya ada bawa tas, serta buku-buku diapit di ketiak. Gedung sekolah ini selama libur sengaja dipinjam untuk belajar ekstra.

Dengan penuh semangat mereka melangkah menuju gedung sekolah yang telah ditentukan itu, sesampai di sana dengan tertib pula langsung masuk ke dalam ruang kelas. Selama dalam perjalanan para bocah ini seakan tampak tanpa beban,  gelak-tawa, canda-gurau ikut menyertai mereka. Para warga yang menyaksikannya ikut senang hati pula jadinya.

Ya, demikian fenomena klasik di jorong Kotolamo, Kenagarian Muarotakung, Kecamatan Kamangbaru, Kabupaten Sijunjung. Yang tak lain merupakan kampung halamannya Bupati Sijunjung sekarang, Yuswir Arifin Dt.Indo Marajo.  Sebuah perkampungan kecil yang dibelah jalur lintas Sumatera Kiliranjao, berbatas langsung dengan Kabupaten Dharmasraya. Masyarakatnya terbilang homogen, masih kental dengan tatanan sosial hukum adat warisan para leluhur, berpenduduk sekitar 300 jiwa.  Mata pencaharian warga rata-rata sebagai petani (perkebunan karet dan kelapa sawit), serta industri kreatif.

Setelah semuanya dirasa kelar, proses pembelajaran pun dimulai, sang guru/ pengasuh, Era Susanti memaparkan materi pelajarannya.  Kebetulan di siang itu yang mengikuti les adalah kelompok murid SD kelas IV, mengangkat tema “mengenal sifat, kepekaan dan ransangan tumbuhan”.
Kebetulan, dalam menjalankan pengabdian tersebut ternyata Era Susanti tidak sendirian, melainkan ibu dua anak ini turut didampingi rekannya, Nina Susilawati, yang merupakan salah-seorang pengelola sekaligus pengasuh sebuah sanggar belajar, Muaro Cendikia, di Pusat Ibu kabupaten Sijunjung, Muaro. Selama masa liburan, Nina Susilawati oleh warga setempat diminta pulang kampung untuk mengabdi.

Tak lama kemudian, Nina Susilawati pun tiba seraya sebelumnya mengucapkan salam, hingga langsung disambut dengan riang segenap anak-asuhnya. Maka proses pembelajaran berjalan dengan dibimbing dua guru, satu berdiri di depan, satu lagi bertugas mengawasi dan mengarahkan peserta didik.  Para-anak-anak tampak fokus mendengarkan paparan demi paparan dari sang gurunya, sambil menerapkan sistem diskusi.

“Hari ini sudah masuk hari ke lima, Alhamdulilah semuanya tampak masih semangat, belum ada yang absen,” tukas Era Susanti, saat dijambangi kontributor Jurnal Sumbar.Com, Jumat (5/7/2019).

Diungkapkannya, meski menyita waktu, namun pihaknya merasa tidak terbebani. Melainkan Era justru cukup menikmati dinamika yang digagasnya itu, berbaur dengan anak sekampung sambil belajar baginya menjadi kepuasan tersendiri. Agar lebih tepat sasaran, Ia turut mendatnagkan tenaga pengajar dari daerah Muaro, Sijunjung yang juga merupakan temannya, seorang pengelola/pengasuh sanggar belajar Muaro Cendikia.

PERANTAU SIJUNJUNG

“Kebanyakan di hari libur anak-anak pada habis saja waktu untuk bermain-ria, bahkan berhura-hura. Makanya di hari libur panjang ini saya mencoba megarahkan mereka untuk tetap menyisihkan waktu dengan hal-hal bermanfaat, bermain tanpa meninggalkan buku pelajaran,” jelas guru PAUD tersebut.

Edukasi Berbasis Alam

Sempat diuraikannnya secara teknis, sistem edukasi ekstra yang digagasnya itu berbasis alam, yakni selain belajar secara teori/akademik para anak-anak sekaligus diajak melihat realisasinya di alam terbuka.  Seperti misalnya mengenal ‘karakter dan sifat-sifat tumbuhan’, para anak-anak pun dibawa melihat tanaman di sekitar lingkungan, semisal tanaman putri malu yang langsung kuncup saat disentuh.

Demikian juga halnya dengan pengenalan huruf dan angka bagi anak-anak usia belajar membaca, dimanfaatkan benda-benda tertentu sebagai media pembelajaran. Setelah faham huruf dan angka, selanjutnya mereka satu-persatu diajak mengeja bacaan berbagai tulisan/ merek yang ada di sekitar lingkungan.  Seperti misalnya merek kalender, plang sekolah, merk TV, dan lain sebagainya.  Amat disayangkan, ternyata sejauh ini masih ada diantara anak kelas IV SD yang belum lancar membaca.

“Dengan cara demikian para anak-anak cepat bisa menangkap dan faham atas apa yang diajarkan. Guna memantapkan materi-materi di sekolah, sekaligus menghadapi materi pembelajaran yang akan dihadapi nanti setelah naik kelas,” sela Nina Susilawati pula.

Karena keterbatasan waktu, tenaga pengajar, program ini hanya berlangsung selama musim liburan saja. Setelah masuk jadwal sekolah nanti, berkemungkinan suasana akan kembali seperti sedia kala.

Dapat Apreasiasi

Salah-seorang Tokoh Masyarakat, Jumawardi, mengpresiasi positif gebrakan para guru-guru muda tersebut, hingga sebahagian masa liburan oleh anak-anak dimanfaatkan untuk hal-hal bermanfaat, memantapkan pelajaran/ mengasah ilmu pengetahuan.

“Kalau dapat program ini bisa terus berjalan, sebab terobosan ini terbilang langka, jarang ada,” ujar Jumawardi.

Wali Nagari Muarotakung, Iswadi, juga turut senang atas berlangsungnya program belajar tambahan di musim libur ini yang digagas duo putra daerah setempat,  dan atas nama Pemerintahan Nagari pihaknya menyatakan mendukung.

“Sistemnya terbilang spesifik, anak-anak mengikuti belajar tambahan terlihat tak ada beban. Karena polanya brlajar sambil bermain,” imbuhnya. anton
editor; saptarius

 

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.